Sunday 27 April 2014

Kecamuk Rindu Ini Bertalu-talu, Ya Nabiku

BY Unknown IN , No comments

abubakarmori.wordpress.com

Surat ini mengurai segenggam asa untuk Ikhwah fillah. Ditulis layaknya curahan hati seorang diri yang merindui. Meski tak puitis bertali romantis, inilah isi hati. Tulisan ini mengalir begitu saja, berbekal tulus seadanya. Semoga bermanfaat :)
Assalamualaikum-warahmatullahi-wabarakatuhu

Sepucuk surat perengkuh ukhuwah.
Dari seorang hamba yang kerdil di pelosok negeri Serambi Mekah.

Sejumput rindu padamu, Ya Rasulku, menikam hatiku yang mulai membatu, yang kaku terlilit benalu nafsu. Jiwa ini sungguh penat  menghardik diri yang remang akan cahaya taubat. Berawal dari hari lahirmu ini, ku tunaikan seutas pantas kalimat cinta yang disebut shalawatitu. 
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa’ala ‘alihiwashahabihi wasallim.
Tak pernah melihatmu adalah alasan yang membuat semangat ingin bertemu itu semakin menggebu. Sebuah nadi kehidupan telah ku ikrar: membayar harga apa pun di dunia untuk bertemu denganmu di akhirat. Rindu yang terangkai ku himpun untuk menggapai mahligai ukhuwah.

Seuntai maaf ku akadkan melalui perantara kalam ini. Ingin rasanya bertemu dikau, namunhati haruslah memantaskan diri. Ingin bercengkerama denganmu, orang nomor satu di bumi, namun perangai tak terangkai bak akhlak muliamu. Akankah diri ini terpaut dalam meraih syafaatmu, sementara jiwa jauh tak merengkuh sunnahmu?
Perihal shirah, satu dua kalimat yang ku ingat dari petuah guru agamaku dulu. Tertanggal pada 12 Rabiul Awal 571 M, lahirlah Engkau dari wanita mulia bernama Aminah. Malam tenang dengan purnama benderang menyibak suka akan lahirnya Muhammad bin Abdullah, insan cemerlang pelita alam.
YaRasulullah, mengingat minimnya memoriku tentangmu, buat jiwaku kalut bercarut kemelut. Hanya beberapa potong kisahmu yang ku tahu. Betapa banyak hari yang terlalui untuk belajar, namun kerap ku abai akan shirahmu. Ku junjung setiap waktu mengejar ilmu dunia, namun tak fokus pada ilmu akhirat. Ketika ku jejaki madrasah tempo hari, berbagai catatan tentangmuterangkai rapi namun nyaris usang ditelan zaman, tak tersentuh lagi. Profilmu tinggal nama dalam diri ini, tak mengakar lagi menjadi pedoman jalan bagi hatidalam berekspresi. Astaghfirullah.
Aku bertekad pasti, insyaAllah shirah mu akan ku babat habis menjadi bekal yang kekal. Perintah Allah dan perintahmu,Rasulullah SAW. menjadi rangkaian ketaatan kentara tiada tara dalam hidup.
Teringat aku, Ya Rasulullah, ketika saudara seiman memekik sakit karena rudal dan peluruyang berderu-deru beberapa waktu lalu. Kepelikan saudara seiman sekilas melintas seperti angin lalu. Aku pangling akan seruan mereka yang memohon umatagar bersatu. Tak hanya itu, aku juga acuh terhadap berbagai masalah umat diIndonesia, negeri berpenduduk muslim terbesar di bumi ini. Apakah aku layak menggolongkan diri sebagai umatmu sementara aku berwajah masam mendengar seruanuntuk berada pada shafmuslimin yangpadu? 
Tidaklah beriman seseorang muslim sebelum ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri. Sungguh, hadis shahih itu telah terpatri lama di benakku. Namun mengapa aku tidak peka pada bencana kemanusiaan yang menimpa tubuh umat Islam?
Terkadang tangan tergepal ingin memukul mundur kafir laknatullah itu dari tanah saudara seimanku, namun marah itu hanya sebatas sulut. Melihat kemaksiatan di depan mata saja ragaku gentar, lidahku kelu. Hanya hati yang mampu berkata tidak dengan suara serak. Kakiku kaku membeku, tak bisa melangkah hentikan perkara mungkar.
Apa yang ku suratkan ini siratkan sebuah benci terhadap ketidak-kokohan persatuan umat hari ini. Namun kebencian itu jelas tak sinkron dengan sikapku tempo waktu yang acuh terhadap kebersatuan umat. Sungguh sikap abai itu tak memerikan akhlakmu. Taubat -salah satunya yang ku tempuh melalui surat ini- selalu jadi sebuahjawab untuk diri yang tak malu berperilaku cela, sebagai penghapus dosa di masalalu.
RasulullahMuhammad SAW. engkau adalah khatimul anbiyaa, penutup para Nabi. Namun hari ini, mereka berani menyeruakkan suara bahwa ada nabi setelahmu. Sungguh kesesatan merajalela, pendangkalan akidah menantang iman umat. Berkoar-koar para penyesat itu menyulut api kebencian pada aqidah yang benar. Sungguh saat persatuan ummat termajinalkan, cacian danolokan kafir pun akan berani  menggema mengangkasa.

Di akhir zaman ini, ya Rasulullah, umatmu tersebar di segala penjuru bumi. Keberagaman bahasa, bangsa dan suku mewarnai perbedaan. Sungguh itu bukan masalah dalam merealisasikan niat bersatu padu menegakkan tauhid. Namun milyaran jiwa berstatus muslim itu nyatanya bagai buih di lautan, mudah diombang-ambing bahkan dihancurkan.
Terkadang perbedaan menjadi pangkal perpecahan. Hingga ketika saudara muslim di belahanbumi lain saling perang, juga ketika kafir menyerang, umat tak berdaya.Terlebih diri ini nyatanya hanya mampu memaku diri menonton duka. Bukannya bertindak, yang tampak hanyalah air wajah tanpa ekspresi, hanya tatapan kosong.
Kulihat diriku pesimis menjejak tindak. Malu berdakwah, terkadang seganmenggemakan ayat Allah. Takut dunia menghimpit, takut urusan hidup menjadipelik. Takut seluruh dunia memandang sinis, khawatir teriakan lantang membenci perang dan kekufuran itu membuat diri dipecat dari instansi. Astaghfirullah.
Namun ku yakin, masih ada hari untuk berubah; selama nyawa masih belum sampai ditenggorokan. Ya Allah, paripurnakanlah niat dan langkahku untuk berubah,menjadi sebenar-benar hamba dan umat. Perlahan kini ku ukir kembali niatmenggamit syahdu perangai Rasul. Melayakkan diri menjadi umatmu yang kau cintaadalah pilihan, merajai hati memikul jihad perangi kebathilan dan kebodohan kini bulat menjadi tekad.
Ku lirik lagi sepenggal sejarah yang menggetarkan kalbu. Betapa engkau, pada tanggal 13 Rabiul Awal 11 H, menyelipkan kata ‘Ummati’ di penghujung umurmu.Sungguh khawatir engkau akan kondisi umat sepeninggalmu, sungguh dalamcintamu akan kami, umatmu.
YaRasulullah, eksistensi akhlakmu akan paripurna sempurna hingga akhir masa. Ikrarku kini: salah satu penjaga kesempurnaan sunnah itu adalah aku. Ku cobanahkodai pola pikir dengan Al-Quran dan sunnah, hadapi carut marut hidup denganaqidah yang kaffah.  Jika seluruh bumi memijak, menghentak, menyeruakkan pedang untuk memerangi niat tulusku mencintaimu, ku lantangkan satu suara bahwa engkau takkan terpisahkan dari hatiku.
Dihari maulid Nabi ini, ku harapkan satu nikmat indah kembali seperti masamu, yakni terekat kembali ukhuwah islamiyah. Dendam dan perang yang pernah tersulut semoga  tergantikan jadi benderang cinta. Umat yangsatu itu kembali, hingga mudahlah kebodohan dan kesesatan diperangi. Ridha Allah menjadi bekal, semerbak kasturi menjadi hadiah yang kekal.
Kujadikan surat ini tak sekedar bukti rindu, namun juga seruan bagi umat untukbersatu. Memaknai perbedaan adalah sebuah keniscayaan, merealisasikan persatuan adalah keharusan.
Janji ini menjadi akad yang terpatri dalam sehari semalam shalatku. Realisasi syahadat sebagai kesungguhan bukti bakti dalam hidup harus tertunai dengan menyemai bibit kebajikan dalam hidup, saling menasehati: sikap umat yang saling menyatu.
Semangat mencintaimu akan ku gelorakan saban waktu. Persembahkan kalam shalawat ini ku ucap sepenuh kalbu, bukan perihal diri rindu syafaat, namun karena aku sungguh mencintaimu.
Allahumma shalli ‘ala sayyidinaMuhammad wa’ala alihi washahbihi wasallim.

Wassalamualaikum-warahmatullahi-wabarakatuhu

Penulis bernama Hilda Rahmazani, mahasiswi FKIP Matematika Unsyiah angkatan 2012. Email: hildarahmazani@gmail.com

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Menulis Surat Cinta Untuk Rasulullah, Radio Seulaweut 91 FM 

Sumber foto: 
twitter.com
Sumber foto: twitter.com

Sumber foto:  cinqleafclover.blogspot.com
Sumber foto: cinqleafclover.blogspot.com




Sumber foto:  kutipanislam.wordpress.com
Sumber foto: kutipanislam.wordpress.com

0 komentar: