Tuesday 22 April 2014

Komparasi Pendapat Boleh-tidaknya Membaca Al-Ma'tsurat

BY Unknown IN No comments



Beberapa hari yang lalu, saya menemukan sebuah ulasan menarik yang marak dibagikan di media sosial. Hal tersebut penting untuk dikaji, yakni masalah boleh-tidaknya membaca al-ma'tsurat (yang merupakan dzikir pagi dan petang) dari sebuah page. Sesaat kemudian, karena penasaran dan diusik rasa ragu akan kebenarannya, saya pun mencoba bertanya pada salah seorang teman yang sedang mendalami ilmu terkait. Dalam uraian ini, saya sertakan dua pandangan terkait dengan boleh-tidaknya mengamalkan al-ma'tsurat. Untuk kajian yang lebih komprehensif, insyaAllah akan saya pelajari lebih lanjut dan insyaAllah akan diposting di tulisan berikutnya.


Ulasan pertama saya peroleh dari tulisan fanspage facebook ''Hadis Sahih", sementara uraian kedua adalah pandangan seorang karib yang juga didasari dengan hujjah yang kuat. Tujuan penulisan catatan ini adalah sebuah ikhtiar dalam mengkaji kebenaran secara komprehensif. Kedua pandangan yang bersifat kontradiktif tersebut saya bagi dengan tanda sama dengan (===) agar memudahkan pembaca. Mohon disimak hingga kalimat terakhir agar pemahamannya tidak parsial. 



======================================================================



HADITS DHOIF/LEMAH & BID'AHNYA " AL MA’TSURAT HASAN AL-BANA "
PENULIS KITAB “AL-MA’TSUROT”



Penulisnya adalah Syaikh Hasan bin Ahmad bin Abdurrohman Al-Banna, pendiri jama'ah Ikhwanul Muslimin. Ia dilahirkan pada tahun 1906M di Mahmudiyyah Buhairah Mesir, dan meninggal di Kairo Mesir tanggal12 Februari 1949 M. Hasan Al-Banna adalah pengikut tarikat shufiyyah Hashshofiyyah sejak usia 
muda. Dia mengenal tarikat Hashshofiyyah semenjak duduk di Madrasah Mu'allimin UIa di Damanhur. Dia kemudian berbai'at di hadapan Mursyid Tarikat Hashshofiyyah, Syaikh Abdul Wahhab Al-Hashshofi, dan kemudian aktif dalam kepengurusan Jam'iyyah Hashshofiyyah Al-Khoiriyyah.Semasa hidupnya, Hasan Al-Banna selalu mengamalkan ritual-ritual tarikat Hashshofiyyah tersebut seperti Wadhifah (wirid) Rozuqiyyah tiap pagi dan petang. Nampaknya Wadhifah Rozuqiyyah ini adalah asal dari Wadhifah Kubro (nama lain dari Al-Ma'tsurot sebagaimana tertera dalam judul cetakannya).



Hasan Al-Banna tidak hanya mengamalkan Wadhifah Rozuqiyyah saja, bahkan dia juga mengikuti ritual Hashshofiyyah di kuburan-kuburan dengan cara menghadap kepada sebuah kuburan yang terbuka dengan tujuan untuk mengingat kematian, kemudian ritual Hadhroh setelah sholat Jum'at, dan ritual Maulid Nabi.
Abul Hasan An-Nadwi berkata: "Hasan Al-Banna selalu mengamalkan wirid-wirid dan ritual-ritual ini hingga akhir hayatnya." (Tafsir Siyasi lil Islam hal. 83).
Adapun dalam segi aqidahnya, Hasan Al-Banna adalah Asy'ari Mufawwidhoh sebagaimana nampak dalam kitabnya, Aqo'id. (Lihat Mudzakkirot Da'wah wa Da'iyyah, Nazhorot fi Manhaj Ikhwanul Muslimin danThoriqoh Hasan Al-Hanna wa Ashumul Waritsin )



WIRID-WIRID ‘AL-MA’TSUROT” YANG LEMAH ATAU TIDAK ADA ASALNYA



Tidak diragukan lagi bahwa dzikir dan do'a termasuk di antara ibadah-ibadah yang paling utama. Sedangkan ibadah wajib dilandaskan atas dalil yang tsabit (kuat) dan tidak boleh menetapkan suatu ibadah tanpa dalil atau dengan dalil yang dho'if (lemah). Maka tidak boleh seorang muslim mengamalkan suatu dzikir tertentu kecuali setelah meyakini bahwa dzikir tersebut dinukil dengan dalil yang tsabit dari Al-Qur'an dan as-Sunnah.
Ada beberapa dzikir yang lemah dalilnya atau bahkan tidak ada asalnya sama sekali, di antara do'a-doa dan dzikir-dzikir tersebut ialah:



[1]. Wirid Pertama.
“Ashbahnaa wa asbaha al-mulku lillahi laa syariikalahu wa alhamdu kulluhu lillahi laa syarikalahu laa ilaha illa allahu wa ilaihi an-nusyuur”
"Artinya: Sesungguhnya kami terjaga di pagi hari dengan (kesadaran bahwa) / kerajaan (bumi dan segala isinya) ini seluruhnya adalah milik Alloh. Dan segala puji bagi Alloh, tiada sekutu bagi-Nya, tiada Robb selain Dia dan kepada-Nya kami akan dibangkitkan."



Wirid ini datang dalam hadits Abu Huroiroh Radhiyallahu'anhu yang diriwayatkan oleh Bukhori dalam Adabul Mufrod 1/211 no. 604 dan, Ibnu Sunni dalam Amal Yaum wa Lailah hal. 74 dari jalan Abu Awanah dari Umar bin Abi Salamah dari bapaknya dari Abu Huroiroh Radhiyallahu'anhu. Riwayat ini dikatakan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullahu : "Dho'if dengan lafazh ini, di dalam sanadnya terdapat Umar bin Abi Salamah Az-Zuhri Al-Qodhi, fihi dho'fun (padanya terdapat kelemahan)," ( Dho'if Adabul Mutrod hal. 
60)



[2]. Wirid Kedua
“Allahumma ma ashbaha bii min ni’mati faminka wahdaka laa syariika laka falaka alhamdu walaka asy-sukru”
"Artinya: Ya Alloh nikmat apapun yang kuperoleh dan diperoleh seseorang di antara makhluk-Mu adalah dari-Mu, yang Esa dan tak bersekutu, maka bagi-Mu segala puji dan syukur."



Wirid ini terdapat dalam hadits Abdulloh bin Ghonam Al-Bayadhi yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam 
Sunan-nya 4/318, Ibnu Hibban dalam Shohih-nya 3/143, Nasa'i dalam Sunan Kubro 6/5, Abu Bakar Asy-Syaibani dalam Ahad wal Matsani 4/183, dan Baihaqi dalam Syu'abul Iman 4/89 dari jalan Rabi'ah bin Abi Abdirrohman 
dari Abdulloh bin Anbasah dari Abdulloh bin Ghonam Al-Bayadhi.
Abdulloh bin Anbasah dikatakan oleh Adz-Dzahabi rahimahullahu : hampir-hampir tidak dikenal)."
Riwayat ini dilemahkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Takhrij Kalimu Thoyyib hal. 73 dan Dho'if Jami' Shoghir: 5730.



[3]. Wirid Ketiga.
“Yaa rabbi laka alhamdu kamaa yanbagii lijalaali wajhika wali’adhiimi sulthoonika.”
Wirid ini terdapat dalam hadits Abdulloh bin Umar Radhiyallahu'anhu yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunan-nya 2/1249, Thobroni dalam Mu'jam Ausath 9/101 dan Mu'jam Kabir 12/343, dan Baihaqi dalam Syu'abul 
Iman 4/94 dari jalan Shodaqoh bin Basyir dari Qudamah bin Ibrohim Al-Jumahi dari Abdulloh bin Umar Radhiyallahu'anhu.



AI-Bushiri rahimahullahu berkata: "Sanad ini, terdapat kritikan padanya." (Mishbahu Zujajah 4/130)
Shodaqoh bin Basyir dikatakan oleh Ibnu Hajar rahimahullahu dalam Taqrib: "Maqbul (yaitu diterima haditsnya jika ada penguatnya, kalau tidak ada penguatnya maka haditsnya lemah)."
Qudamah bin Ibrohim dikatakan oleh Ibnu Hajar rahimahullahu dalam Taqrib: "Maqbul."
Riwayat ini dilemahkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Dho'if Sunan Ibnu Majah hal. 308 dan Dho'if Jami' Shoghir: 1877.



[4]. Wirid Keempat
“Allahumma sholli ‘alaa muhammadin ‘abdika wanabiyyika warosuulika an-nabiyyi al-ummii wa ‘alaa aalihi washohbihi wasallim tatsliimaa ‘adada ma ahaatho bihi ‘ilmuka wakhoththo bihi qolamuka wa ahshoohu kitaabuka…” 
"Artinya: Ya Alloh limpahkanlah sholawat atas junjungan kami Muhammad hamba-Mu,nabi-Mu, dan rosul-Mu, nabi yang ummi, dan atas keluarganya; dan limpahkanlah salam sebanyak yang diliput oleh ilmu-Mu dan dituliskan oleh pena-Mu, dan dirangkum oleh kitab-Mu "
Sholawat ini adalah sholawat yang bid'ah yang tidak ada asalnya, tidak ada di dalam  kitab-kitab hadits yang mu'tabar sepanjang penelitian kami. Wirid-wirid di atas (1 s/d 4) adalah yang lemah atau tidak ada asalnya. Di samping itu, di dalam kitab Al-Ma'tsurot ini banyak wirid-wirid lain yang shohih lafazhnya tetapi bid'ah dari segi kaifiyyat (tatacara)nya karena memberikan bilangan bacaan-bacaannya yang tidak pernah ada tuntunannya dari Rasululloh Shollallahu 'alaihi wa sallam.



DO’A ROBITHOH” YANG BID’AH



Pada akhir kitab Al-Ma'tsurot ini tercantum Do'a Robithoh yang berbunyi:
“Allahumma innaka ta’lamu anna hadihi al-quluuba qodijtama’at ‘alaa mahabbatika waltaqot ‘alaa thoo ‘atika watawahhadat ‘alaa da’watika wa ta’aahadat ‘alaa nushroti syarii’atika fawassiq allahumma roobithhaa wa adim wuddahaa” "Artinya : Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui bahwa hati-hati ini telah berkumpul untuk mencurahkan mahabbah (kecintaan) hanya kepada-Mu, bertemu untuk taat kepada-Mu, bersatu dalam rangka menyeru di (jalan)-Mu, dan berjanji selia untuk membela syari'at-Mu, maka kuatkanlah ikatan pertaliannya Ya Alloh, abadikan kasih sayangnya…" Syaikh Ihsan bin Ayisy Al-Utaibi rahimahullahu berkata: "Di akhir Al-Ma'tsurot terdapat wirid robithoh, ini adalah bid'ah shufiyyah yang diambil oleh Hasan Al-Banna dari tarikatnya, Hashshofiyyah." (Kitab TarbiyatuI Aulad fil Islam Ii Abdulloh Ulwan fi Mizani Naqd Ilmi hal. 126)



HUKUM WIRID-WIRID BID’AH
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu berkata: "Tidak diragukan lagi bahwa dzikir dan do'a termasuk di antara ibadah-ibadah yang paling afdhol (utama), dan ibadah dilandaskan alas tauqif dan ittiba', bukan atas hawa nafsu dan ibtida ', Maka do'a-do'a dan dzikir-dzikir Nabi Shollallahu 'alaihi wa sallam adalah yang paling utarna untuk diamalkan oleh seorang yang hendak berdzikir dan berdo'a. 



Orang yang mengamalkan do'a-do'a dan dzikir-dzikir Nabi Shollallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang berada di jalan yang aman dan selamat. Faedah dari hasil yang didapatkan dari mengamalkan do'a-do'a dan dzikir-dzikir Nabi Shollallahu 'Alaihi wa sallam begitu banyak sehingga tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, Adapun dzikir-dzikir dari selain Nabi Shollallahu 'alaihi wa sallam , kadang-kadang diharamkan, kadang-kadang makruh, dan kadang-kadang di dalamnya terdapat kesyirikan yang kebanyakan orang tidak mengetahuinya. Tidak diperkenankan bagi seorang pun membuat bagi manusia dzikir-dzikir dan do'a-do'a yang tidak disunnahkan, serta menjadikan dzikir-dzikir tersebut sebagi ibadah rutin seperti sholat lima waktu, bahkan ini termasuk agama bid'ah yang tidak diizinkan oleh Allah. 



Adapun menjadikan wirid yang tidak syar'I maka ini adalah hal yang terlarang, bersamaan dengan ini dzikir-dzikir dan wirid-wirid yang syar'I sudah memenuhi puncak dan akhir dari tujuan yang mulia, tidak ada seorang pun yang berpaling dari dzikir-dzikir dan wirid-wirid yang syar'i menuju kepada dzikir-dzikir dan wirid-wirid yang bid'ah melainkan (dialah) seorang yang jahil atau sembrono atau melampaui batas." 
(Majmu' Fatawa 22/510-511).



PILIHLAH KITAB-KITAB DZIKIR YANG SHOHIH



Setelah melihat banyaknya hal-hal yang bid'ah dalam kitab Al-Ma'tsurot ini, kami memandang bahwa kitab ini tidak layak dijadikan pegangan di dalam wirid-wirid keseharian seorang muslim. Kami menganjurkan agar saudara-saudaraku kaum muslimin memilih kitab-kitab dzikir lainnya yang mengacu kepada do'a dan dzikir yang shohih dari Nabi Shollallahu 'alaihi wa sallam, di antara kitab-kitab yang kami anjurkan untuk dipakai adalah:
1. Al-Adzkar oleh AI-Imam, An-Nawawi bersama penjelasan derajat haditsnya dalam kitab Shohih wa Dho'if AI-Adzkar oleh Syaikh Salim bin Id Al-Hilali.
2. Al-Kalimu Thoyyib oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dengan takhrij Syaikh Al-Albani.
3. Hishnul Muslim oleh Syaikh Sa'id bin Ali bin Wahf Al-Qohthoni, telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.
4. Tuhfatul Akhyar oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz.
5. Shohih Kalimu Thoyyib oleh Syaikh Al-Albani.
Wallahu a'lam bishowab....
(Junaidi Abu Luqman)




======================================================================



Adapun pendapat lainnya yang membolehkan membaca al-ma'tsurat yakni berdasarkan beberapa kajian berikut.



Sekarang banyak sekali kita temui tulisan yang mengulas tentang larangan membaca al-ma'tsurat dalam masyarakat. Sangat disayangkan ketika ada masyarakat awam yang tidak mengerti duduk perkaranya namun langsung menganggapnya benar dan menjadikannya hujjah. Parahnya, tulisan tersebut menyalahkan pihak lain, menganggap diri paling benar, sementara orang lain yang melakukan ibadah yang berbeda dengan mereka itu dianggap bid'ah, syirik, bahkan sampai mengkafirkan sesama umat Islam. Contohnya seperti orang yang melaksanakan maulid, tahlilan, dll. Menurut mereka, masyarakat yang mengadakan maulid nabi mau pun tahlilan, adalah orang yang bid'ah dan akan masuk neraka. Di sini lah faktor yang embuat umat Islam semakin terpecah, padahal masing-masing pihak memiliki dalil dan dasar masing-masing, karena sebenarnya perbedaan itu tidak masalah (asal ada dalil yang benar dan kuat), yang penting jangan saling menyalahkan, menganggap diri paling benar sementara orang lain salah.



Demikian juga dengan masalah dzikit al-ma'tsurat. Untuk meluruskan masalah ini, pertama, kita harus mengerti terlebih dahulu makna dari dzikir. Hakikatnya, makna dzikir adalah mengingat Allah. Jadi semua kegiatan yang di dalamnya ada aktivitas mengingat Allah dan mendekatkan diri pada-Nya itu disebut dzikir, juga termasuk shalat, membaca Al-Qur'an. makna Dzikir sangatlah luas, bukan hanya sebatas membaca tasbih, tahmid, tahlil, dll. 



Selanjutnya, dzikir itu terbagi dua;



1. Ada yang ma'tsur, yaitu yang ada dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Banyak 
dzikir yang disebutkan dalam Al-Qur'an begitu juga dalam Sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah Saw kepada para sahabat. Zikir dalam Sunnah ada dua macam, ada dari hadits2 shahih dan ada dari hadits dhaif. Untuk masalah hadits shahih, sesungguhnya tidah dipermasalahkan di tulisan dalam tulisan di atas (baca: larangan membaca al-ma'tsurat) namununtuk zikir yang dari hadits dhaif inilah yang dipermasalahkan. Mereka mengatakan jika dzikir dari hadits dhaif tidak boleh dipedomani. Akan tetapi, ini sangat bertentangan dengan teori yang ada di dalam pembahasan ulumul hadits, khusus'a pada pembahasan hadits dhaif. Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan bahwa boleh ber-amal dengan hadits dhaif dalam masalah2 fadhilah amal, bukan dalam masalah2 aqidah, sedangkan zikir merupakan 
salah satu fadhilah amal.



2. Dzikir ghairu ma'tsur, yaitu dzikir 
yang tidak ada dalam Al-Qur'an maupun Sunnah. Inilah yang mereka katakan kalo mengambil zikir dari slain al-Qur'an danSunnah adalah Bid'ah bahkan mereka menganggap syirik yang melakukan hal tersebut. Sebenarnya inti dari permasalahan ini adalah bukan dari dzikirnya, tapi inti yang paling dasar adalah orang yang mengatakan ini bid'ah dan mereka tidak suka terhadap sufi. Mereka menganggap sufi itu sesat, makanya mereka mereka menolak segala sesuatu yang berasal dari sufi.  Dzikir ghairu ma'tsur ini adalah dzikir yang diambil dari para imam-imam tasawuf, orang-orang sufi yang berbeda dengan manusia biasa. Lebih lanjut, menurut  tingkatanya, ada dari mereka (ahli tashawuf maupun sufi) yang sudah sangat dekat hatinya dengan Allah dan Rasulullah Saw, sehingga Allah mengilhamkan kepada mereka melalui lidah mereka dzikir-dzikir dan shalawat-shalawat yang belum pernah kita dengar dan tidak ada dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Apakah ini mungkin ? Jawabannya adalah sangat mungkin, bahkan sangat banyak contoh-contoh dari zikir itu sendiri. Setiap tarikat-tarikat tasawuf itu punya dzikir masing-masing, dan mereka juga punya sanad langsung hingga Imam-imam mereka. 



Kemudian, Apa juga perbedaan antara dzikir2 yang ma'tsur dan ghairu ma'tsur ? Perbedaannya cuma dalam fadhilah/keutamaan'a saja. Adalah lebih utama jika kita berzikir dengan dzikir2 yang ada dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Hal ini bukan berarti kalo kita bezikir dengan yang ghairu ma'tsur itu tidak boleh. Silahkan berzikir dengan yang ghairu ma'tsur asalkan dalam zikir itu tidak mengandung hal-hal yang membawa kepada kesyirikan atau mengandung
hal-hal yang mensifatkan Allah dengan sifat-sifat yang tidak layak kepada-Nya. Sedangkan untuk dzikir-dzikir yang ada sekarang itu, misalnya seperti al-Ma'tsurat, silahkan dibaca karena itu semua tidak diragukan lagi dasarnya. Itu adalah amalan para sufi yang sangat dekat hati mereka dengan Allah, dan juga para Jumhur Ulama (kecuali kelompok tadi). Hal itu (membaca al-Ma'tsurat) sampai sekarang tidak ada (ulama) yang melarangnyaa atau mengatakan bahwa ada hal-hal yang menyimpang dalam Al-Ma'tsurat tersebut. 



Wallahu 'Alam...

0 komentar: