Monday 13 January 2014

Seputar Cita-cita

BY Unknown IN , , No comments


Ini kisah tentang seorang anak laki-laki di kampungku. Ia memiliki opsi hidup yang luar biasa dan membuatku berdecak kagum. Ketika mayoritas anak-anak yang lain menomorsatukan aspek kognitif di sekolah, lebih memilih membuat PR daripada mengaji, gencar mengejar mimpi (bahkan ada yang menghalalkan segala cara) untuk dapat lulus demi melakoni profesi ini dan itu di masa depan, namun ia justru berbeda. Ia memilih untuk fokus menuntut ilmu agama di sebuah lembaga swasta yang disebut dayah. Ya, tentu ada alasan mengapa batinnya memilih lembaga tersebut sebagai mediator dalam mewujudkan cita-citanya.


Jika suatu hari nanti, aku kembali bertemu dengannya, InsyaAllah aku akan bertanya banyak hal tentangnya. Aktivitas kesehariannya, seputar pahit getir perjalanannya selama ini, dan satu pertanyaan lagi yang paling membuatku penasaran. "Waktu besar nanti, adik cita-citanya mau jadi apa?"

Aku berharap ia menjawab begini: "Saya bercita-cita menjadi seorang ulama, kak."

Kau tahu mengapa? Aku gelisah, sungguh khawatir melihat kondisi umat Islam hari ini, termasuk melihat diriku sendiri. Aku pribadi memiliki banyak kebingungan dan pertanyaan terkait permasalahan agama. Jika ada problematika hidup seputar hukum dan masalah kontemporer yang duduk perkaranya diperdebatkan, tentulah fokus seorang ulama begitu sangat dibutuhkan.

Aqidah yang benar serta pemahaman agama yang lurus menjadi faktor fundamental eksistensi keimanan umat islam. Implementasi syariat Islam jelas membutuhkan kehadiran ulama. Terlebih melihat kondisi zaman yang semakin carut-marut tak jelas, Sungguh dibutuhkan pemimpin, ulama yang hanif di tengah-tengah umat.


Aku sungguh berharap, banyak anak yang bercita-cita menjadi dokter, namun ia adalah seorang ulama. Menjadi seorang ilmuan yang juga ulama. Apa pun profesinya, perihal agama bagi mereka tetap nomor wahid.

Dan harapan ini, tentunya harus ku muarakan pada diriku sendiri. Siapa dan bagaimana aku?
Perihal passion dan tujuan hidupku. Juga, aku. Sudahkah aku menomor-satukan urusan agama dalam kehidupan?

Astaghfirullah. Semoga diri terus sigap dalam aksi dan intropeksi. Ya Allah, nawwir qulubana bil iman..

sumber gambar: mipa.unnes.ac.id

0 komentar: