Friday 21 March 2014

Antara Cinta dan Kata 'Jadian'

BY Unknown IN No comments

Bila memang cinta, menikahlah jawabannya. Tinggalkan pacaran, hubungan tanpa status yang  mengundang murka-Nya. Perilaku durhaka penabung dosa itu hanya akan berujung sengsara. Sementara ketaatan pada Allah, pada awal hingga akhirnya bermuara pada bahagia hakiki selamanya. 

Aku selalu salut pada ia yang menempatkan cinta pada tempatnya. Mereka selalu sadar, apa yang yang mereka cari adalah ridha-Nya dan siapa yang mereka tuju adalah Allah semata. Tak memekat dosa dalam hatinya. Sebersih mata air hati dan jiwanya.

Kalau memang cinta, nyatakan itu dengan cara yang mulia. Temui orang tuanya, pinanglah ia. Cinta yang tulus adanya tak bebas berbuat namun selalu bersyariat. Mengerti hukum dan melaksanakannya dengan tulus dan taat.

Menyuarakan syariah-Nya yang merupakan kewajiban terkadang justru menjadi menjadi momok yang menakutkan tak terkecuali bagi kalangan muda. Realita bahwa seorang sahabat rela berdusta, menyetujui temannya berpacaran karena takut persahabatannya retak. Apakah disebut seorang teman ketika ia membiarkan sahabatnya terlena dalam maksiat?

Sungguh maksiat yang mengatas-namakan cinta semakin merajalela. Tidak hanya remaja, bahkan anak-anak pun mengenal kata 'jadian' dengan perspektif dewasa.

Pacaran itu agaknya sudah mengakar dalam masyarakat. Tetap dijalani meski tahu apa resiko bagi diri di dunia dan akhirat. Maksiat itu kadang halus adanya, tampak indah namun pahit esensinya.

Syaitan itu musuh yang nyata. Tak akan berhenti menggoda hingga kita berkarib bersamanya. Hingga sangkakala tertiup ia telah ikrarkan akan goda manusia berpaling dari-Nya. Jalan maksiat itu banyak, jangan sampai kita lalai, terjerumus menjadi penduduk jahannam. Naudzubillah.

Melalui perasaan dan cinta seharusnya kita kuat. Bukan malah menjadi bumerang bagi diri, terkalahkan pada perasaan yang seharusnya terkendali.

Dunia sekarang akan semakin menghimpit bagi jiwa yang sempit dari aqidah yang benar. Godaan mata semakin menggila. Misalnya saja dengan kehadiran internet, penyedia jutaan situs dengan beragam motif baik dan buruk. Sekali 'klik' saja, 'dunia' seseorang dapat terkendali oleh apa yang ia pilih. Apa yang haram dilihat menjadi tontonan yang biasa. Apa yang tak boleh diucap malah menjadi kata yang diusung manja oleh lidah. Apa yang haram dilakukan -seperti mendekati zina- justru dianggap lumrah adanya.

Ketahuilah, cinta  tidak seharga coklat dan bunga, juga tak sesimpel rayuan manja. Bahkan memiliki seseorang hanya diikrar dengan kata 'iya, kita jadian'. Putus hubungan yang menyayat jiwa bahkan hanya dengan kata 'kita putus aja'. Begitukah cinta yang ingin kau perjuangkan? Hanya bermodal rayu manja, kau berikan ia waktumu, hatimu, bahkan segala yang kau punya?

Cukuplah akad yang ia ucap di depan walimu menjadi pengekal terindah bagi cintamu. Ada yang menembak atau mengaku cinta? adinda pastikan saja keberaniannya mengucap akad di depan wali dan saksi.

Berani putus itu tanda sayang, tanda cinta yang sesungguhnya. Ini murni provokasi dari diri saya, putuskan saja hubungan yang mendurhakai-Nya.

Satu lagi, apa yang kita lakukan tak pernah luput dari penglihatan-Nya. Tidakkah kau merasa takut berbuat hal yang tidak disukai Allah?
Jauhkan diri dari janji dan andai-andai. Jangan pernah memberi harapan palsu baik bagi diri sendiri mau pun bagi orang lain. Kita tak pernah tahu seberapa lama limit waktu kita hidup. Pastikan misi hidup yang baik selalu kita semat lekat-lekat dalam jiwa.

Kita akan memanen apa yang kita semai. Apa yang kita usahakan di dunia, hasil akhirnya tetap di akhirat. Manis tidaknya akan ditimbang di sana kelak. Cintai ia dengan cara yang manis, bukan dengan membenarkan apa yang biasa (pacaran), namun membiasakan perilaku yang benar (cintai dalam diam atau menikah). Cinta itu harganya tidak semanis manisan dan coklat, bukan pula seharum bunga dunia, namun cinta yang hakiki itu akan indah sesempurna surga yang diridhai-Nya.

Semangat hidup dalam ketaatan selalu bermuara pada keridhaan. Tujukanlah niat, kata, dan sikap ini hanya untuk-Nya.

Kata hati ini disuratkan tidaklah bermaksud untuk menggurui. Sungguh tak pantas aku menggurui sementara ilmu belum sampai seujung jari. Apa yang terketik hanya menyampaikan aspirasi dan motivasi untuk meraih cinta-Nya yang hakiki. Tentunya kalimat-kalimat itu ku telunjukkan pada diri sendiri sebagai media intropeksi dan pengingat hati. 

Aceh Besar, 19/03/2014
Sumber foto:
FB; Dakwah kreatif


0 komentar: