Aceh merupakan daerah yang berupaya bangkit dari keterpurukan konflik dan bencana dengan membuka diri melalui pembangunan berbagai destinasi wisata. Museum Tsunami dan Kapal Apung menjadi 'daftar wajib kunjung' bagi wisatawan. Tarian saman dan ragam budaya menjadi tujuan wisata yang menawan. Pulau Sabang yang eksotis hingga destinasi wisata alam lainnya menjadi destinasi pilihan turis dunia. Ada hal lain yang tak boleh luput dari perhatian untuk diperkenalkan pada wisatawan. Aceh memiliki destinasi wisata literasi masa kini, UPT. Perpustakaan Universitas Syiah Kuala (selanjutnya disingkat Unsyiah), salah satu pustaka yang berjejar di antara pustaka lain yang berkelas di dunia. Perkembangan dan kemajuan Pustaka Unsyiah adalah spirit baru serta menjadi titik tolak menuju peradaban literasi dunia muslim layaknya Cordoba masa lalu.
Sumber: library.unsyiah.ac.id. |
Destinasi wisata literasi kelas dunia sudah sepatutnya disematkan bersama nama Pustaka Unsyiah. Perpustakaan yang berdiri sejak 1970 ini setiap hari terus berinovasi bahkan komitmennya menjadi terkemuka di Asia Tenggara sudah mulai terwujud. Ada alasan kuat mengapa Pustaka Unsyiah menjadi destinasi literasi Aceh Masa Kini, sebab Pustaka Unsyiah hadir dengan public service yang mobile dan berkelas, baik secara fasilitas mau pun pelayanannya, baik koleksi berbentuk hardcopy bahkan hingga aplikasi pustaka bernama UILIS Unsyiah yang mengikuti perkembangan teknologi masa kini.
Dalam perkembangan peradaban literasi, sebenarnya Aceh sudah sejak dulu telah ikut serta memperkaya khazanah literasi nusantara. Ulama Aceh seperti Hamzah fansuri dan Syaikh Abdurrauf As-Singkili, seorang ulama yang disemat namanya, Syiah Kuala, untuk nama Universitas saat ini, telah jauh hari memberikan sumbangsih literasi dan menjadikan Aceh sebagai destinasi rujukan literasi Islam bahkan di Asia Tenggara. Saat ini Pustaka Unsyiah juga hadir sebagai destinasi literasi bagi para akademisi dalam negeri hingga manca negara. Berbagai prestasi dari segi sistem penjaminan mutu yang diperoleh dan jumlah pengunjung yang terus bertambah menunjukkan Pustaka Unsyiah saat ini menjadi Pustaka Perguruan tinggi yang dirujuk oleh Pustaka lainnya.
Dalam perkembangan peradaban literasi, sebenarnya Aceh sudah sejak dulu telah ikut serta memperkaya khazanah literasi nusantara. Ulama Aceh seperti Hamzah fansuri dan Syaikh Abdurrauf As-Singkili, seorang ulama yang disemat namanya, Syiah Kuala, untuk nama Universitas saat ini, telah jauh hari memberikan sumbangsih literasi dan menjadikan Aceh sebagai destinasi rujukan literasi Islam bahkan di Asia Tenggara. Saat ini Pustaka Unsyiah juga hadir sebagai destinasi literasi bagi para akademisi dalam negeri hingga manca negara. Berbagai prestasi dari segi sistem penjaminan mutu yang diperoleh dan jumlah pengunjung yang terus bertambah menunjukkan Pustaka Unsyiah saat ini menjadi Pustaka Perguruan tinggi yang dirujuk oleh Pustaka lainnya.
Pustaka Unsyiah telah mengantongi standar penilaian pustaka dari Pepustakaan Nasional Republik Indonesia dengan capaian akreditasi A bahkan berhasil pula memboyong sertifikasi kelas dunia. Pada tahun 2018 lalu, Pustaka Unsyiah menjadi satu-satunya PTN di Indonesia yang mengantongi ISO 27001 dalam lingkup Security Information Library System: OPAC, OER and Room Booking dari TUV Rheinland (lembaga sertifikasi) anggota DAkkS (Komite kreditasi Nasional Jerman).
Berkaca pada sederat reputasi yang telah diperoleh, Pustaka Unsyiah telah dijamin mutunya oleh lembaga penjamin mutu internasional. ISO 27001:2013 mengindikasikan bahwa Pustaka Unsyiah memberikan jaminan pengendalian atas keamanan, kerahasiaan, dan ketersediaan layanan dengan mengamankan sumber daya informasi, menjalankan dua server redundant yang berlokasi di Banda Aceh dan Singapura yang slaing mereplikasi dan saling ambil alih secara otomatis jika ada gangguan pada salah satu server (Harian Serambi Indonesia, 16/8/2018). Sebelumnya juga Pustaka Unsyiah telah memperoleh sertifikasi penjaminn mutu ISO 9001:2015.
Tidak mengherankan jika pencapaian dalam hal keamanan ini menjadi poin penting untuk memenuhi alasan mengapa Pustaka Unsyiah layak untuk dikunjungi bahkan menjadi objek studi banding dari pustaka lainnya. Pustaka Unsyiah saat ini menjadi destinasi literasi tidak hanya bagi civitas akademika Unsyiah namun juga bagi pengunjung luar kampus. Statistik pengunjung terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, tidak hanya pengunjung dari dalam negeri tetapi juga pengunjung dari berbagai negara.
Sumber: Instagram @upt_perpustakaan_unsyiah |
Sumber: Instagram @upt_perpustakaan_unsyiah |
Mulai dari literasi baca tulis hingga literasi digital, Pustaka Unsyiah punya semuanya. Jika menilik dari segi koleksi yang dimiliki, Pustaka Unsyiah saat ini telah menyimpan 136.925 eksemplar tulisan tercetak (Sumber: library.unsyiah.ac.id, 2019). Tidak hanya itu, perpustakaan juga menyediakan literasi berbasis digital yang menyediakan e-journal dan e-book dari berbagai penerbit berlisensi.
Literasi berbasis digital juga menjadi inovasi yang telah lama dirambah oleh Pustaka Unsyiah. Melalui kanal uilis.unsyiah.ac.id., pengunjung dapat memperoleh berbagai bahan literasi di UILIS (Unsyiah Integrates Library Information System). Klak klik sana sini, ETD, OPAC, Unsyiana, LSS dan fitur UILIS lainnya dapat diakses di mana pun, kapanpun. Begitu mudahnya berliterasi di portal aplikasi pustaka Unsyiah apalagi setelah Pustaka Unsyiah meluncurkan aplikasi UILIS berbasis android. Hal ini sangat bagus untuk para wisatawan yang ingin berliterasi via ponsel genggamnya. Mantap!
Kenyamanan pengunjung menjadi prioritas utama di Pustaka Unsyiah. Perpustakaan juga menerapkan aturan ketat seperti larangan membuang sampah dan larangan merokok dalam ruangan. Tentu hal ini mencirikan bagaimana Pustaka Unsyiah begitu menjaga ranah adab dan etika. Hingga tidak heran, salah satu pepatah Arab al adaabu fauqal ‘ilmi, menjaga 'adab di atas ilmu' telah diimplementasikan dengan baik di sini. Hal ini membuat daya tarik bermuatan edukatif bagi pengunjung bahwa pustaka Unsyiah menjunjung tinggi nilai-nilai adab dan tentu ini memperlihatkan citra baik bagi Aceh yang mengimplementasikan Syariat Islam. Berdasarkan hal ini, pengunjung tentu akan merasa nyaman dan aman selama berada di pustaka. Tidak ada asap rokok berseliweran. Tidak ada sampah bertebaran. Tidak ada polusi suara selama di pustaka. Kenyamanan pengunjung selalu dinomorsatukan.
Agaknya Pustaka Unsyiah telah berhasil mematahkan argumen konvensional bahwa tidak boleh makan minum di pustaka. Jika dahulu banyak sekali pengunjung yang harus meninggalkan bahan bacaan saat ingin mengecap kopi yang harus dibeli dan diminum di luar pustaka. Namun Pustaka Unsyiah mengusung hal berbeda. life begins after coffee, istilah tersebut berlaku di sini. Saat mengunjungi pustaka Unsyiah, pengunjung dapat berliterasi sambil ngopi. Begitu asyik, kan?
Agaknya Pustaka Unsyiah telah berhasil mematahkan argumen konvensional bahwa tidak boleh makan minum di pustaka. Jika dahulu banyak sekali pengunjung yang harus meninggalkan bahan bacaan saat ingin mengecap kopi yang harus dibeli dan diminum di luar pustaka. Namun Pustaka Unsyiah mengusung hal berbeda. life begins after coffee, istilah tersebut berlaku di sini. Saat mengunjungi pustaka Unsyiah, pengunjung dapat berliterasi sambil ngopi. Begitu asyik, kan?
Sumber: Hipwee.com |
Tentu hal ini pula yang akan menjadi daya tarik bagi wisatawan berkunjung ke Aceh beralasan ingin merasakan nikmatnya ngopi di Tanah Serambi Mekkah. Aceh pun saat ini dikenal dengan daerah 1001 warung kopi yang menyuguhkan kopi nikmat dengan harga bersahabat. Siapa sangka jika 'warung kopi' saat ini turut hadir di pustaka kampus jantong hatee rakyat Aceh. Jadi, tren baik berliterasi sambil ngopi sambil membangun jejaring dan menggali inspirasi dapat diwujudkan saat berkunjung ke mini cafe Pustaka Unsyiah.
Pustaka Unsyiah sesungguhnya telah memenuhi berbagai syarat yang dibutuhkan untuk menjadi patut diperhitungkan sebagai destinasi wisata literasi Aceh masa kini. Mengintip gaya literasi modern ala pustaka unsyiah dari relax and easy yang menampilkan kreativitas mahasiswa di atas panggung hingga Unsyiah Library Fiesta 2019, even tahunan yang selalu dinantikan kehadirannya dan menjadi wadah kreativitas mahasiswa dalam berkarya.
Sumber: library.unsyiah.ac.id. |
Pustaka Unsyiah juga begitu welcome menyambut pengunjung dari dunia nyata hingga dunia maya. Dari segi publikasi, Pustaka Unsyiah memiliki website library.unsyiah.ac.id. dan situs media sosial lainnya seperti facebook dan instagram yang update kegiatan pustaka setiap harinya. Jika ada masukan atau pertanyaan, admin selalu siap menjawab dalam waktu cepat. Akses informasi dan sosialisasi juga begitu baik dengan kehadiran UKM Literasi Informasi dan kehadiran Duta Baca Universitas Syiah Kuala.
Pecinta foto tentu sangat berbahagia berkunjung ke Pustaka Unsyiah. Pasalnya banyak spot yang sesuai untuk objek foto. Dinding-dinding pustaka dicat rapi dan berdesain modern. Ruang-ruang didekorasi penuh artistik. Pustaka Unsyiah juga menyediakan berbagai corner dari negara lain seperti korean corner yang menyediakan literasi budaya dari negeri ginseng.
Sumber: library.unsyiah.ac.id |
Di Pustaka Unsyiah, tidak ada tempat untuk laba-laba bersarang. Tidak ada buku-buku yang dijamah rayap. Buku-buku terus dijaga berjejar rapi oleh para staf khusus yang standby setiap hari. Fasilitas koneksi internet cepat dan fasilitas untuk melaksanakan ibadah dan kamar mandi selalu dijaga kebersihannya. Semua serba dijaga ketertiban, kerapian, dan kebersihannya hingga tidak heran jika mahasiswa betah berlama-lama duduk di Pustaka.
Sumber: library.unsyiah.ac.id |
Dengan segala hal yang sudah disebutkan di atas, tentu sudah sepantasnya kita menjadikan Pustaka Unsyiah dalam daftar tempat wisata literasi yang wajib kita kunjungi. Marilah kita mendorong Pustaka Unsyiah agar selalu terdepan dalam fasilitas dan pelayanannya. Semoga peradaban Aceh ke depan dapat dibangun melalui kehadiran Pustaka Unsyiah sebagai destinasi wisata literasi kelas dunia.
Ditulis di Tanah Perjuangan Teuku Umar, 13 Maret 2019, oleh seorang ibu muda penggiat literasi, pembelajar seumur hidup bernama Hilda Rahmazani, alumnus PSPM FKIP Unsyiah 2017. Tulisan ini diikutsertakan pada lomba blog Unsyiah Library Fiesta 2019.