Aceh, Bulan Ketiga, Maret 2015 Masehi
Puluhan tubuh berdesak-desakan merebut bu kulah di masjid desa itu. Tampak satu
dua Ibu sudah berhasil memboyong dua nasi maulid dan datang tiga anak
menghampiri Ibu-ibu itu dengan senyum lebar, tampak pula gigi seri mereka yang
baru tanggal.
Sementara itu, anak-anak yang tak beribu terus saja
berdesakkan, “Ayahwa, lon gohlom meuteumee (Pak, Saya belum dapat),” tuturnya. Tetiba seorang berjanggut tebal
menghampiri kerumunan bocah dan ibu-ibu itu. Ia menggendong satu Toa seraya
berkata, “Geutanyo seulawet Ilee, jak meudikee mouled Ilee, entreuk baroe
tapajoh bue khanduri (Kita Shalawat dulu, meudikee (berdzikir) maulid dahulu, baru
kemudian kita makan kenduri maulid),” tegas pria berbaju gamis putih yang disebut warga sebagai Teungku Imuem itu.
antarafoto.com |
Seketika kerumunan masyarakat bubar, duduk di
bawah pokok pohon rindang di halaman masjid. Satu dua anak berkejar-kejaran di
teras masjid, namun gelak tawa mereka tak terdengar sebab gema ‘dikee’ maulid
begitu keras terdengar bahkan hingga beberapa kilometer.
---
Ilustrasi cerita di atas merupakan suatu perayaan yang kerap
dilakukan oleh masyarakat Aceh; maulid. Demi merayakan maulid Nabi, masyarakat
berekonomi menengah ke bawah pun bahkan rela merogoh dompet dalam-dalam, mengeluarkan
seluruh daya upaya untuk merayakan hari ulang tahun Nabi itu. Bentuk perayaan
adalah membagi-bagikan nasi bungkus plus lauk yang lezat kepada khalayak, baik di rumah
mau pun di masjid, baik dalam talam kecil maupun dalam bentuk ‘idang’ atau hidangan, baik dalam idang berukuran
selutut hingga sebahu orang dewasa.
youtube.com |
Perayaan maulid Nabi diisi dengan kegiatan berdzikir atau dalam bahasa Aceh disebut Meudikee. Meudikee merupakan
bentuk dzikir yang dikumandangkan oleh grup dzikir dalam masjid. Terkadang pada malam hari, perayaan maulid diisi dengan ceramah agama oleh ‘teungku-teungku’ (dai)
kondang.
Sepotong kisah di atas merupakan tradisi yang sudah dilakukan dari generasi ke generasi di Aceh. Sudah seharusnya kita mengambil suatu kesempatan ‘bermaulid ria’ sembari mengingati dan meneladani sang pemilik hari kelahiran tersebut, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sepotong kisah di atas merupakan tradisi yang sudah dilakukan dari generasi ke generasi di Aceh. Sudah seharusnya kita mengambil suatu kesempatan ‘bermaulid ria’ sembari mengingati dan meneladani sang pemilik hari kelahiran tersebut, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dalam rangka memperingati maulid Nabi, berikut satu hikmah yang akan saya paparkan tentang upaya Nabi menanamkan kalimat tauhid dalam hati manusia.
Masa lalu, Kota Makkah, 571-632 Masehi
Ada suatu masa di malam itu muncul satu purnama
benderang di kota makkah. Seisi alam terasa tenang, seolah bersiap menyambut penghulu alam lahir
menerangkan kebenaran; kelahiran Nabi Allah, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Kelahirannya
disamput gegap gempita oleh sekalian alam namun tidak sedikit pula kaum kafir
yang menentang kehadirannya.
Adalah dahulu ketika zaman hidupnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, masyarakat
jahiliyah begitu fasih melantunkan berbagai syair-syair nan indah. Namun demikian,
kebanyakan dari masyarakat suku Quraisy itu tidak bisa membaca dan menulis.
Seiring pesatnya perkembangan Islam, berbagai kemajuan dialami oleh masyarakat Quraisy, mereka kemudian peka terhadap perubahan dan kemudian masyarakat berupaya untuk belajar membaca dan menulis.
Upaya yang dikerahkan
dalam menyebarkan dakwah Islam pun tak lagi secara lisan namun juga melalui tulisan. Melalui media surat-menyurat, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus
delegasi Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menyampaikan surat cinta tentang seruan bertauhid kepada-Nya kepada beberapa petinggi
negeri, kepada raja-raja yang belum beriman. Surat-surat tersebut Nabi dilayangkan kepada beberapa penguasa seperti Najasyi Raja Habasyah, Heraclius, Uskup Dhughatir, Muqauqis, Kisra (Raja Persia), Gubernur Kisra, Mundzir Bin Sawa Al Abdi, Raja Oman, Penguasa Yamamah, Haudzan, dan Raja-raja Yaman.
Surat-surat Rasullullah tersebut dikirimkan dengan
tujuan menyerukan para Raja untuk bertauhid kepada Allah. Banyak penguasa yang menerima surat menjadi beriman
setelahnya, namun ada pula yang tetap ingkar, bersikukuh menolak seruan tauhid
dari Rasulullah, seperti Abrawiz seorang raja persia.
Surat Nabi kepada Raja Persia bergelar Kisra, Abrawiz bin Hurmuz bin Anu Syirwan |
Dalam buku berjudul “Surat-surat Nabi Muhammad" tulisan Khalid Sayyid
Ali, surat kepada Raja Persia itu berisi, "Sesungguhnya Aku adalah Rasul
Allah kepada seluruh umat manusia, supaya dapat memberi peringatan kepada
orang-orang yang hidup, dan supaya pasti ketetapan (azab) kepada orang-orang
kafir. Masuklah Islam, kamu akan selamat. Bila kamu menolak, sesungguhnya kamu
memikul dosa orang Majusi," demikian bunyi surat Rasul kepada Abrawiz. Namun surat
Nabi tersebut dirobek-robek oleh Raja tersohor itu dan beberapa waktu kemudian Allah mengobrak-abrik
pula kerajaan manusia yang menghina Nabi tersebut.
Melalui satu contoh shirah Nabi ini, mari kita lihat bagaimana peran kita dalam mendakwahkan kebaikan, baik kepada sanak famili mau pun petinggi negeri. Di masa kini, konsep hidup seperti Rasulullah sudah mulai ditinggalkan. Ketika carut marut negeri semakin menjadi-jadi, berbagai teguran kepada petinggi negeri pun disampaikan. Namun, sudahkah cara menyampaikan aspirasi itu bersesuaian dengan cara yang diajarkan Nabi? Adakah esensi ''mengingat Nabi" yang kita sampaikan akan mengena di hati ketika cara yang kita lakukan adalah dengan caci-maki dan gaya penyampaian yang menyakiti?
Melalui satu contoh shirah Nabi ini, mari kita lihat bagaimana peran kita dalam mendakwahkan kebaikan, baik kepada sanak famili mau pun petinggi negeri. Di masa kini, konsep hidup seperti Rasulullah sudah mulai ditinggalkan. Ketika carut marut negeri semakin menjadi-jadi, berbagai teguran kepada petinggi negeri pun disampaikan. Namun, sudahkah cara menyampaikan aspirasi itu bersesuaian dengan cara yang diajarkan Nabi? Adakah esensi ''mengingat Nabi" yang kita sampaikan akan mengena di hati ketika cara yang kita lakukan adalah dengan caci-maki dan gaya penyampaian yang menyakiti?
Adapun hikmah bagi kita, seruan kebenaran seharusnya dapat disikapi dan diterima dengan kelapangan dada dan segenap kegembiraan. Layaknya kemeriahan maulid yang merupakan tanda kebahagiaan umat menyambut Nabi, lewat cerita tentang surat-surat Nabi ini, selayaknya kita berkesiap menyambut Islam dengan penuh keridhaan dengan mengamalkan setiap perintah Allah dengan penuh keimanan. Jika kita ingkar, maka adzab yang pedih seperti cerita raja persia tadi akan menimpa kita, baik di dunia maupun di akhirat.
Sebut saja hal-hal kecil seperti saat seseorang menengur saudaranya yang minum sambil berdiri. "Dek, jangan minum sambil berdiri!" tentunya berbeda intonasinya dengan kalimat "Dek, sini, minumnya duduk dekat kakak," Tentunya cara berdakwah seperti kandungan surah An-Nahl ayat 125 harus dapat dipahami dengan sebaik-baiknya agar apa yang disampaikan dapat diterima, tidak malah menyakitkan hati. Meski memang, semua hidayah adalah kehendak Allah, namun ikhyar dan doa harus selalu dilakukan.
Seriap seruan kebenaran yang sudah kita ketahui layaknya disebarluaskan, baik secara lisan maupun tulisan. Baik secara tatap muka mau pun secara maya. Baik secara berbicara langsung bahkan dengan cara 'mengudara' seperti ikhtiar untuk dakwah secara 'on air' oleh Radio Seulaweut.
Sebut saja hal-hal kecil seperti saat seseorang menengur saudaranya yang minum sambil berdiri. "Dek, jangan minum sambil berdiri!" tentunya berbeda intonasinya dengan kalimat "Dek, sini, minumnya duduk dekat kakak," Tentunya cara berdakwah seperti kandungan surah An-Nahl ayat 125 harus dapat dipahami dengan sebaik-baiknya agar apa yang disampaikan dapat diterima, tidak malah menyakitkan hati. Meski memang, semua hidayah adalah kehendak Allah, namun ikhyar dan doa harus selalu dilakukan.
Seriap seruan kebenaran yang sudah kita ketahui layaknya disebarluaskan, baik secara lisan maupun tulisan. Baik secara tatap muka mau pun secara maya. Baik secara berbicara langsung bahkan dengan cara 'mengudara' seperti ikhtiar untuk dakwah secara 'on air' oleh Radio Seulaweut.
Kembali ke Bulan Maret,
2015 M
Zaman kian berkembang, dari zaman Nabi yang menggunakan surat untuk bertukar khabar, hingga sekarang media internet dengan segala kecanggihan aplikasinya. Perbagai
alat yang mempermudah pekerjaan diciptakan demi kehidupan yang lebuh luwes,
mudah, dan cepat. Adalah teknologi bernama radio diciptakan oleh penemu asal
Italia bernama Guglielmo Marconi (1874-1937). Penemuan Radionya yang dibantu
dengan penemuan Heinrich Hertz(Joseph Henry), penemu gelombang elektromagnetik
yang tak tampak oleh mata, bergerak lewat udara dengan kecepatan suara,
telah berhasil mengubah media informasi yang disampaikan lewat tatap muka
menjadi media yang menyampaikan berita meski berkilo-kilo jauh jaraknya.
Radio Seulaweut, 91 FM. Sumber : unguviolet9.blogspot.com |
Sekelompok inisiator
muda, Raihan Iskandar, dkk. saban waktu berinisiasi membuat suatu media informasi Islami di Aceh: Radio Seulaweut 91 FM. Radio Islami
pertama di Serambi Makkah ini memiliki visi 3N (News, Nasyid dan
Nida’). Radio Seulaweut 91 FM berupaya setiap harinya menyampaikan berbagai informasi yang bernilai kepada masyarakat dalam
kemasan yang menghibur juga hiburan islami yang mengajak kepada kebaikan baik
pribadi, keluarga maupun masyarakat, ini merupakan wujud misi Syiar Islam.
Kehadiran Radio Seulaweut ber-tagline ‘nyaman
di hati, membuka cakrawala' ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari upaya
penyebaran ajaran Islam dan penguatan aqidah ummat.
Sekelak aku langsung teringat pada cerita Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ketika menyampaikan dakwah lewat tulisan tadi. Dalam komunikasi jarak jauh, beliau berupaya mengirimkan surat-surat kepada beberapa petinggi Negeri dengan harapan Agama Allah akan diterima dan diimani. Sementara masa kini, media radio yang penggunaannya sudah mencakup hingga ke pelosok desa pun dapat menjadi media yang tepat dalam belajar-mengajar agama.
Sekelak aku langsung teringat pada cerita Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ketika menyampaikan dakwah lewat tulisan tadi. Dalam komunikasi jarak jauh, beliau berupaya mengirimkan surat-surat kepada beberapa petinggi Negeri dengan harapan Agama Allah akan diterima dan diimani. Sementara masa kini, media radio yang penggunaannya sudah mencakup hingga ke pelosok desa pun dapat menjadi media yang tepat dalam belajar-mengajar agama.
Berkaca dari perayaan maulid, kuatnya dakwah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, dan cerita dakwah dari Radio Seulaweut tadi, beberapa
pertanyaan mendasar layaknya kita tanyakan pada diri masing-masing:
1. Sudah sejauh mana upaya kita
sebagai Raja bagi diri sendiri dalam menerima dan mengamalkan esensi Tauhid
yang diajarkan Nabi?
2. Bagaimanakah upaya kita sebagai
Khalifah di muka bumi menggemakan ajaran Islam secara kaffah dan sepenuh hati?
3. Adakah terpatri dalam hati untuk meneladani
Akhlakul Karimah Rasulullah hingga nadi tak berdetak lagi?
4.
Sudahkahkah kita teguh berpegang pada dua pusaka yang ditinggalkan Nabi,
AlQuran dan Assunnah?
Lebih lanjut, keberadaan Radio Seulaweut yang mencerahkan hati pendengar tentulah harus kita ambil ibrahnya seperti keberadaan shalawat atas junjungan alam, Nabi Muhammad SAW.yang eksistensinya merupakan doa, keberkahan, syafaat, dan keselamatan.
Dalam momen maulid ini, ada beberapa pertanyaan lagi yang ingin saya ajukan, terutama untuk diri sendiri:
1. Berapa kali dalam sehari saya bershalawat kepada Nabi?
2. ketika Nama Nabi disebutkan dan terdengar oleh telinga, adakah saya menyebut Shalawat atas Nabi?
3. Ketika Penguasa mulai meninggalkan agama Allah, Sudahkah saya memperingatkan mereka untuk kembali "berseulaweut" semisal esensi Seulaweut yang mengudarakan kebajikan?
Beberapa pertanyaan diatas haruslah kita jawab sebagai alat instropeksi diri. Tulisan ini saya peruntukkan untuk sekalian kaum muslimin, terutama saya telunjukkan untuk diri saya sendiri. Semoga ibrah dan hikmah dari tulisan ini dapat menjadi pengingat dan motivasi untuk iman dan islam yang lebih baik di masa kini dan nanti.[]
Lebih lanjut, keberadaan Radio Seulaweut yang mencerahkan hati pendengar tentulah harus kita ambil ibrahnya seperti keberadaan shalawat atas junjungan alam, Nabi Muhammad SAW.yang eksistensinya merupakan doa, keberkahan, syafaat, dan keselamatan.
Dalam momen maulid ini, ada beberapa pertanyaan lagi yang ingin saya ajukan, terutama untuk diri sendiri:
1. Berapa kali dalam sehari saya bershalawat kepada Nabi?
2. ketika Nama Nabi disebutkan dan terdengar oleh telinga, adakah saya menyebut Shalawat atas Nabi?
3. Ketika Penguasa mulai meninggalkan agama Allah, Sudahkah saya memperingatkan mereka untuk kembali "berseulaweut" semisal esensi Seulaweut yang mengudarakan kebajikan?
Beberapa pertanyaan diatas haruslah kita jawab sebagai alat instropeksi diri. Tulisan ini saya peruntukkan untuk sekalian kaum muslimin, terutama saya telunjukkan untuk diri saya sendiri. Semoga ibrah dan hikmah dari tulisan ini dapat menjadi pengingat dan motivasi untuk iman dan islam yang lebih baik di masa kini dan nanti.[]
Selamat #Miladke8Seulaweut. Teruslah mengudara menyuarakan kebajikan :)
Sumber penunjang:
http://www.radioseulaweut.com/2012/12/profile-radio-seulaweut.html diakses pada 23 Maret 2015
http://harmadipedia.blogspot.com/2013/07/surat-surat-nabi-muhammad-saw-kepada.html diakses pada 23 Maret 2015
http://www.merdeka.com/ramadan/kisah-raja-persia-robek-surat-ajakan-masuk-islam-dari-rasulullah.html diakses pada 23 Maret 2015
https://kisahpenemu.wordpress.com/2010/02/19/penemu-radio/ diakses pada 23 Maret 2015
0 komentar:
Post a Comment