Tayangan televisi dapat menjadi sebuah tontonan yang berbahaya bagi anak. Pasalnya, banyak tayangan yang mengandung nilai-nilai yang tidak baik bagi pembentukan karakter anak. Maka jangan heran ketika ada anak-anak yang suka membentak, memukul, dan mengganggu orang lain. Sikap tersebut adalah hasil dari apa yang ia copy dari lingkungannya, termasuk dari tayangan televisi yang ia tonton setiap hari..
Salah satu tayangan televisi yang digemari anak adalah film kartun. Namun ironinya, tidak semua film kartun itu sesuai untuk anak. Ada beberapa film yang menampilkan cerita orang dewasa namun diperuntukkan bagi anak-anak. Sebut saja film B*rbie, P*tri dan P*ngeran, dan banyak lagi. Tidak hanya itu, banyak film kartun yang menampilkan karakter tokoh yang beragam, termasuk tokoh yang berwatak pemarah, kasar, emosional, dan lainnya.
Ada pula film yang memang secara tersirat menyampaikan 'pesan-pesan' tertentu. Jika itu dibiarkan, maka akan tertanam suatu konsep pemikiran yang sesuai dengan pesan-pesan yang disampaikan film tersebut. Budaya asing yang terkandung dalam sebuah film dengan mudahnya diserap dan dipraktekkan oleh anak. Secara langsung mau pun tidak, tayangan yang menampilkan budaya dan kebiasaan buruk tersebut dapat merusak pola pikir dan masa depan anak.
Optimalisasi peran orangtua
Ketika anak menonton, orangtua atau orang yang lebih tua (yang sudah mengerti nilai baik dan buruk) seharusnya tidak membiarkan anak menonton sendiri. Di usia emas, anak-anak berada di fase belajar dan mengalami pembentukan karakter melalui melihat-mendengar. Apa yang dilihat dan didengar dapat melekat dengan apik di memori pikiran anak sehingga berlanjut ke fase berikutnya, yakni meniru. Tayangan televisi yang menampilkan gambar secara audio-visual menjadi mediator yang sangat efektif bagi anak dalam meniru.
Beberapa waktu lalu tersiar beberapa kasus kriminal yang dilakukan oleh anak. Motif tindakan kriminal tersebut diasumsikan berawal dari sebuah tontonan. Dalam hal ini, yang seharusnya yang menjadi tersangka adalah si pengawas terutama orangtua. Peran orangtua harus optimal tak hanya sebagai pengawas namun juga pendidik.
Besarnya pengaruh media terhadap anak mengharuskan orangtua untuk lebih optimal dalam mengawasi dan membimbing aktivitas anak. Arahan dan bimbingan positif yang diberikan ketika menonton akan membantu anak mengenal nilai baki dan buruk serta dapat membentuk kepribadian yang baik baginya.
Kontrol tayangan, kenalkan kebenaran
Anak juga akan melakukan aktivitas yang dibiasakan oleh keluarga dan lingkungannya. Jika keluarga tersebut menghidupkan budaya nonton televisi, sinetron, film, dan lainnya, anak juga akan berperilaku sama.
Aktivitas menonton diperbolehkan dengan syarat ada yang membimbing dan film yang ditonton bernilai guna bagi tumbuh-kembang anak.
Tontonan yang bermutu akan menghasilkan generasi yang berkualitas. Orangtua harus kritis dan jeli memilih tontonan yang sesuai bagi anak. Anak akan meniru tokoh/idola/pahlawan yang diidolakan. Anak yang tidak dibimbing dengan baik dan benar bahkan akan meniru tokoh mana yang ia suka.
Seharusnya bukan B*tman, S*perman, Ir*nman, Sp*derman, P*wer R*nger, N*ruto, dan lainnya yang menjadi tokoh pahlawan idola anak kita. Para pahlawan kartun tersebut nyatanya adalah tokoh fiktif, maya, imajinatif dan tak pernah ada di dunia. Kenalkan pada anak pahlawan-pahlawan Islam yang telah secara nyata berjuang membela kebenaran dan telah berjuang dengan sebaik-baik perjuangan.
Lindungi penglihatan dan pedengaran anak kita dari tayangan yang tidak berkualitas. Anak-anak hari ini adalah pemimpin di hari esok.
(Rabu, 25 Desember 2013)
Sumber foto: intisari-online.com
0 komentar:
Post a Comment