Allahumma shalli wa sallim wa
yubarik álaih. Ku awali surat sederhana ini dengan
kalimat penyejuk alam. Ingin diri ini menempatkan hati bersama Allah dan para
Malaikat, senantiasa menyebut shalawat kepada Nabi. Sederet kata doa itu sungguh membawa diri ini
mengenang kasihmu yang tak terhingga akan ummatmu. Tenggelam daku akan rindu
pada sosokmu yang agung nan mulia.
Ya
Rasulullah. Sungguh diri ini rindu bertemu. Bahkan ketika rindu itu bertamu,
air mata saja tak cukup menanggung sakitnya rindu itu. Namun nyatanya hati merasa
ragu dan malu, akankah diri ini layak bertemu? Sementara segumpal darah dalam
diri acap kali menomorduakan engkau dalam ucapan, meninggalkanmu dalam doa, dan
mengabaikanmu dalam langkah.
Sungguh
hati kadang tergerak untuk berbuat sesuka hati, abai akan jalan yang telah
engkau jejaki, Ya Rasul. Sungguh kaki ini sering melangkah ke ranah haram yang
tak boleh dijejaki. Mata ini terkadang buta, abai terhadap kemaksiyatan. Tangan
ini terkadang kaku tak terulur untuk berbagi kepada yang fakir , dan telinga
ini terkadang tuli tak mendengar rintihan perih saudara-saudara seiman yang
digempur oleh kafir di seberang sana.
Terpatri
shirahmu dalam al-Qurán, bagaimana
engkau hadapi kecaman, lalui rintangan, demi Islam tegak, demi ummatmu. Fasih lisanmu menyebut kami, ummatmu,
dipenghujung umurmu. Bukti cinta itu sungguh tak terukur.
Berbeda
dengan diri ini. Nyatanya mengaku cinta, namun hanya berupa kata. Bahkan daku
nyatanya lebih memilih menyanyikan lagu dan syair cinta dibanding melantunkan shalawat
untukmu. Bahkan daku lebih ridha membaca beratus-ratus buku dan menghafal
berbagai teori daripada membaca kalam-Nya dan Sunnahmu, sebenar-benarnya
petunjuk.
Ku
temukan diriku yang terlelap dalam asa, ingin bertemu engkau sekejap saja,
meski dalam mimpi. Sungguh, perihal cinta, aku sungguh ingin
mengungkapkannya. Ada maaf yang ingin ku semat. Ada cinta yang ingin ku
perlihatkan, meski itu tak sebanding dengan cintamu yang tulus pada ummat.
Sungguh,
ingin diri ini mengabadikan potretmu dalam doa dan sujud. Semoga segenap rasa
yang tercurah, seluruh sikap yang bertahta dalam diri mampu mengikuti
sebagaimana yang telah engkau beri.
Inilah
sepotong kisah penawar rindu yang kutulis dengan segenggam cinta untukmu, Ya
Rasulullah saw.. Ku akhiri untaian kata sederhana ini dengan bingkisan terindah yang tertulis dalam
kalam-Nya, Allahumma shalli wa sallim wa
yubarik álaih.
Sumber foto: penembaktupai.blogspot.com
0 komentar:
Post a Comment