Sumber foto: |
Gedung itu dulunya adalah sebuah gedung tua yang sudah
tidak difungsikan lagi. Namun bagi Husnul Khatimah, sebuah gedung lama yang
berkomplek di dalam kawasan yang dulunya
disebut ‘dayah Teungku Chik Lambirah’ tersebut diubah menjadi sebuah
tempat pendidikan masyarakat yang mengasyikkan. Gadis ramah asal Sibreh, Aceh
Besar, yang akrab disapa Husnul ini, mulai menggagas untuk membangun sebuah
Tempat Pendidikan Masyarakat Tanyoe (TPM-T) di desanya dua tahun lalu. Menurut
jebolan S1 Fakultas Tarbiyah Bahasa Inggris IAIN Ar-Raniry ini, mulanya dia
membangun TPM-T karena prihatin melihat anak-anak di desanya yang menghabiskan
waktu siang hingga sore dengan kegiatan yang kurang bermanfaat seperti bermain Play
Stasion.
Ia pun mengajak para pemuda desa untuk merealisasikan
gagasan tersebut. Mereka pun segera mengorganisir TPM-T dengan Husnul Khatimah
sebagai Direktur utama, dan para pemuda desa lainnya sebagai pengurus. Tepatnya pada tanggal 7 Agustus 2011,
berdirilah sebuah TPM-T Lambirah. Meski sederhana dengan fasilitas seadanya, TPM-T
menjadi tempat istimewa bagi masrakat desa Lambirah untuk menggantungkan
mimpi-mimpi dan harapan masa depan yang cerah.
Namun ironinya, gagasan cemerlang tersebut tidak berjalan
semulus yang diharapkan. Di akhir tahun 2012, berbagai kendala dihadapi oleh
Husnul dan dan pengurus TPM-T. Misalnya seperti masalah pendanaan, kondisi
gedung yang memprihatinkan, kurangnya tenaga relawan yang mengajar, sumber
bahan ajar dan buku bacaan yang minim. Hal tersebut menjadi problematika yang
membuat eksistensi TPM-T terancam. Lebih lanjut, seiring polemik yang ada dalam
TPM-T, jumlah siswa juga menurun drastis. “Awalnya sebanyak 30 orang, namun di
tahun 2012 menjadi 5 orang.” Papar Husnul melalui kata-kata sambutannya dalam
acara pemberian hadiah bagi para relawan TPM-T. Minggu (24/11/2013)
Namun, Husnul dan teman-temannya tak kehabisan akal. Untuk
mengatasi kesulitan pendanaan, Husnul mengorbankan uang dari kantong pribadi
untuk membiayai berbagai keperluan TPM-T. Husnul juga mencoba mengirimkan
beberapa proposal ke beberapa lembaga. Untuk meningkatkan antusias siswa,
beberapa sosialisasi juga dilakukan oleh Husnul bersama pengurus TPM lainnya.
Akhirnya di tahun 2013, apa yang direncanakan dan diusahakan Husnul dan
teman-temannya pun membuahkan hasil. Jumlah siswa meningkat menjadi sekitar 170
orang. Demikian pula dengan tenaga relawan yang meski tidak dibayar, jumlah
relawan semakin hari semakin meningkat. Sarana dan prasarana sekolah pun juga
direhabilitasi serta ditambahkan berbagai fasilitas penunjang proses
belajar-mengajar siswa.
Melalui jendela
tanpa kaca yang hanya berpelindung besi tipis, terlihat dari salah satu ruangan
yang digunakan sebagai pustaka sejumlah buku dengan judul beragam terpajang di
tiga rak besar. Dari ruangan itu, fasilitas lain seperti dua unit kipas angin
juga terpajang di dinding ruangan berwarna krem dan hijau itu. Dekorasi dinding
warna-warni cap tangan manusia bertempel foto siswa dalam ruang pustaka juga begitu kreatif melengkapi balutan cat
luar gedung yang dipermak dengan berbagai lukisan dan kata-kata mutiara dalam
tiga bahasa, yakni Indonesia, Arab, dan Inggris. Paduan warna yang didominasi
oleh wana hijau itu, membuat seisi gedung tampak sejuk dipandang mata. Aneka
sarana bermain pun turut serta menghias halaman depan. TPM-T Lambirah kini
telah berbenah semakin baik.
Husnul dan para pengurus TPM-T telah berhasil mewujudkan
satu persatu mimpi mereka sebagaimana yang termuat dalam visi dan misi TPM-T. Hal
tersebut ditunjukkan dengan keberhasilan dua orang siswi yang belajar di TPM-T
yang berhasil memperoleh beasiswa dari Baitul Mal. “Alhamdulillah dua orang
anak didik TPM-Tanyoe berhasil mendapatkan beasiswa dari baitul mal.” Ujar
Husnul dalam temu ramah bersama anggota Pers DETak di pustaka TPM-T. Minggu
(24/11/2013)
Keberhasilan Husnul dalam mengajak anak-anak belajar juga
ditunjukkan dengan pengakuan salah satu siswa TPM-T bernama Andrian, siswa
kelas 6 SDN Lambirah Minggu (24/11/2013). Sembari memainkan handphone
berwarna biru, ia mengakui bahwa belajar di TPM-T lebih mengasyikkan daripada
belajar formal. Menurut siswa yang telah dua tahun belajar di TPM-T ini, metode
belajar di TPM-T adalah belajar sambil bermain dan belajar di alam sehingga
proses belajar menjadi mengasyikkan baginya. “Lebih enak belajar di sini, Kak.
Di sini juga bisa main, belajarnya juga di luar” papar Andrian sambil melempar
sebuah senyum.
Husnul dan teman-temannya juga telah membantu
meningkatkan aspek kognitif siswa. Sebagaimana menurut pengakuan Rahmawati
Minggu (24/11/2013), seorang warga desa Lambirah yang merupakan salah satu
orangtua siswa TPM-T. “Putri saya dulunya kurang bisa membaca dan berhitung.
Berkat dukungan dan bantuan dari adik-adik yang ikhlas mengajar tanpa dipungut
biaya ini, putri saya sekarang telah menunjukkan kemajuan yang pesat. Putri
saya sekarang sudah bisa membaca dan berhitung. Saya berharap TPM-T ini akan semakin
maju lagi.” Ucapnya dengan nada suara yang ramah sembari merapatkan gendongan
putrinya yang masih bayi.
Geuchik Lambirah juga mengutarakan hal senada dalam
kata-kata sambutannya untuk para pengurus dan relawan TPM-T. Minggu
(24/11/2013) “Anak-anak kami telah memiliki banyak perubahan baik dari sikap,
perilaku, dan pengetahuan.” Imbuhnya bersemangat.
Husnul Khatimah (urutan kedua dari kanan), Direktur TPM-T Lambirah :)
Sumber foto :
Beberapa siswa TPM-T sedang bermain.
Sumber foto:
Sumber foto:
Para Pengurus TPM-T, beberapa volunteer, dan segenap kru UKM Pers DETaK Unsyiah berpose bersama.
Sumber foto:
Sumber foto:
0 komentar:
Post a Comment